Sabtu, 21 Mei 2011

Makalah Pendidikan Agama dalam Rumah Tangga

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Setiap orang tua tentu menginginkan anaknya menjadi orang yang berkembang secara sempurna. Mereka menginginkan anak yang dilahirkan itu kelak menjadi orang yang sehat, kuat, berketerampilan, cerdas, pandai, dan beriman. Bagi orang Islam, beriman itu adalah beriman secara Islam. Dalam taraf yang sederhana, orang tua tidak ingin anaknya lemah, sakit-sakitan, penganggur, bodoh, dan nakal. Pada tingkat yang paling sederhana, orang tua tidak menghendaki anaknya nakal dan menjadi penganggur. Dan terakhir, pada taraf paling minimal ialah jangan nakal. Kenakalan akan menyebabkan orang tua mendapat malu dan kesulitan.
Untuk mencapai tujuan itu, orang tualah yang menjadi pendidik pertama dan utama. Kaidah ini ditetapkan secara kodrati; artinya, orang tua tidak dapat berbuat lain, mereka harus menempati posisi itu dalam keadaan bagaianapun juga. Mengapa? Karena mereka ditakdirkan menjadi orang tua anak yang dilahirkannya. Oleh karena itu, mau tidak mau mereka harus menjadi panggungjawab pertama dan utama. Kaidah ini diakui oleh semua agama dan semua sistem nilai yang dikenal manusia.
Sehubungan dengan tugas serta tanggung jawab itu maka ada baiknya orang tua mengetahui sedikit mengenai apa dan bagaimana pendidikan dalam rumah tangga. Pengetahuan itu sekurang-kurangnya dapat menjadi penuntun, rambu-rambu bagi orang tua dalam menjalankan tugasnya.

B.       Permasalahan
1.      Pendidikan Agama dalam Rumah tangga
2.      Mainan Anak-anak
3.      Teman bermain anak
4.      Pergaulan Remaja

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pendidikan Agama dalam Rumah tangga
Tatkala kita berbicara tentang metode pendidikan agama di sekolah, salah satu kesimpulan penting ialah bahwa kunci keberhasilan pendidikan agama di sekolah bukan terutama terletak pada metode pendidikan agama yang digunakan dan penguasaan bahan; kunci pendidikan agama di sekolah sebenarnya terletak pada pendidikan agama dalam rumah tangga. Inti pendidikan agama dalam rumah tangga itu ialah hormat kepada Tuhan, kepada orang tua, kepada guru. Nah, di sekolah, hormat kepada guru inilah kuncinya. Bila anak didik tidak hormat kepada guru, berarti ia juga tidak akan menghormati agama. Bila agama Islam dan guru agama tidak dihormati, maka metode pendidikan agama yang baik pun tidak akan ada artinya Itulah yang umumnya terlihat sekarang, terutama di sekolah umum. Oleh karena itu, pendidikan agama dalam rumah tangga sebenarnya (ini betul-betul sebenarnya) tidak boleh terpisah dan pendidikan agama di sekolah; mula-mula adalah pendidikan agama dalam rumah tangga sebagai fondasi, kemudian dilanjutkan di sekolah sebagai pengembangan rinciannya. Berdasarkan itu semua maka di sini dibicarakan prinsip-prinsip pendidikan agama dalam rumah tangga.
Karena memahami pentingnya pembinaan kesejahteraan anak, pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan undang-undang tentang itu pada tahun 1979, bertepatan dengan Tahun Anak Internasional. Undang-undang itu menjadi landasan hukum bagi pembinaan anak Indonesia, yaitu Undang-undang nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Hal ini amat penting untuk Indonesia karena sejak semula, dengan pandangan hidup Pancasila, pembangunan Indonesia selalu memandang manusia sebagai titik sentral. Pembangunan itu berawal dan pembinaan anak, dan itu tentulah dalam rumah tangga.
Pengertian kesejahteraan anak dalam Undang-undang nomor 4 tahun 1979 itu, sebagaimana disebutkan dalam Bab I Pasal 1 (a), ialah sebagai benkut: “Kesejahteraan anak ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar baik segi rohani, jasmani, dan sosial.’ Jadi, pembinaan itu harus mencakup agama, kesehatan dan gizi, pendidikan, kependudukan, kehidupan berbangsa dan bernegara, ketenagakerjaan, kemampuan dan kesempatan kerja, lingkungan hidup, pangan, kesetiakawanan sosial, cinta tanah air, pertahanan-keamanan, dan lain-lain.” Dengan demikian, pembinaan kesejahteraan anak menyangkut usaha bangsa yang sangat strategis dan mendasar.
Berdasarkan uraian itu maka jelaslah bahwa pembangunan sumber daya manusia, termasuk pembinaan anak, erat sekali kaitannya dengan penumbuhan nilai-nilai seperti takwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, jujur, berdisiplin, dan memiliki etos kerja yang tinggi. Hal ini bukanlah merupakan suatu proses sesaat, melainkan suatu proses yang panjang yang harus dimulai sedini mungkin, yaitu sejak masa anak-anak. Itu adalah pendidikan dalam rumah tangga.
Dilihat dari ajaran Islam, anak adalah amanat Allah. Amanat wajib dipertanggungjawabkan. Jelas, tanggung jawab orang tua terhadap anak tidaklah kecil. Secara umum inti tanggung jawab itu ialah penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak dalam rumah tangga. Tuhan memerintahkan agar setiap orang tua menjaga keluarganya dan siksa neraka:
Jagalah dirimu dan keluargarnu dan siksaan neraka”.

Jadi, tanggung jawab itu pertama-tama adalah sebagai suatu kewajiban dari Allah; kewajiban harus dilaksanakan. Kewajiban itu dapat dilaksanakan dengan mudah dan wajar karena orang tua memang mencintai anaknya. lni merupakan sifat manusia yang dibawanya sejak lahir. Manusia mempunyai sifat mencintai anaknya. Ini terlihat dalam surat al-Kahfi
 ãA$yJø9$# tbqãZt6ø9$#ur èpuZƒÎ Ío4quŠysø9$# $u÷R9$# ( àM»uŠÉ)»t7ø9$#ur àM»ysÎ=»¢Á9$# îŽöyz yZÏã y7În/u $\/#uqrO îŽöyzur WxtBr& ÇÍÏÈ    Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa manusia membawa sifat menyangi harta dan anak-anak. Bila orang tua memang telah mencintai anaknya, maka tentulah ia tidak akan sulit mendidik anaknya. Dalam surat al-Furqan
tûïÏ%©!$#ur šcqä9qà)tƒ $oY­/u ó=yd $oYs9 ô`ÏB $uZÅ_ºurør& $oYÏG»­ƒÍhèŒur no§è% &úãüôãr& $oYù=yèô_$#ur šúüÉ)­FßJù=Ï9 $·B$tBÎ) ÇÐÍÈ  
“Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”

Cinta kepada anak telah diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. kepada para sahabatnya. Itu berarti juga pelajaran untuk segenap Muslim.
“Seorang Badui datang kepada Nabi saw. dan bertanya, “Apakah engkau menciumi putra-putri engkau? Kami tidak pernah menciumi anak-anak kami.’ Nabi berkata, Apakah kamu tidak takut bila Allah mencabut kasih sayang dan hatimu? (Al-Bukhari)

Berdasarkan kutipan itu jelaslah bahwa menurut Islam, orang tua wajib mendidik anaknya. Jika Nabi melihat sahabatnya tidak menyayangi anaknya, dia menegurnya dengan keras. Nabi sendiri amat sayang kepada anak-anak.
“Nabi pernah mencium cucunya, Hasan bin Ali. Waktu itu ada Aqra bin Habis al-Tamimi sedang duduk. Ia berkata, “Saya punya anak sepuluh, seorang pun tidak perriah saya cium.” Maka Nabi menoleh kepadanya dan berkata, “Orang yang tidak mengasihi tidak dikasihi.” (Al-Bukhari)

Al-Bukhari meriwayatkan dan Anas bin Malik bahwa telah datang kepada Aisyah seorang ibu bersama dua anaknya yang masih kecil. Aisyah memberian tiga potong kurma kepada wanita itu. Diberilah olehnya anak-anaknya masing-masing satu, dan yang satu lagi untuknya. Kedua kurma itu dimakan anaknya sampai habis, lalu mereka menoleh ke arah ibunya. Sang ibu membelah kurma (bagiannya) menjadi dua, dan diberikannya masing-masing sebelah kepada kedua anaknya. Tiba-tiba Nabi saw. datang, lalu diberi tahu oleh Aisyah tentang itu. Nabi saw. bersabda, “Apakah yang mengherankanmu dan Kejadian itu, sesungguhnya Allah telah mengasihinya berkat kasih sayangnya kepada kedua anaknya.”
Uraian di atas itu menegaskan bahwa (1) wajib bagi orang tua menyelengarakan pedidikan dalam rumah tangganya, dan (2) kewajiban itu wajar (natural) karena Allah menciptakari orang tua yang bersifat mencintai anaknya. Jadi, pertama hukumriya wajib, kedua memang orang tua senang mendidik anak-anaknya. Inilah modal utama bagi pendidikan dalam keluarga.
Cinta kepada anak sering kali menyebabkan orang tua membanggakan anaknya. Perilaku orang tua seperti itu sebenarnya tidak terlalu salah; itu adalah salah satu kewajaran manusia. Jika orang menceritakan dengan bangga bahwa anaknya banyak, maka orang tahu hewan juga banyak anaknya. Jadi, rnembanggakan anak dan segi banyaknya tidak logis.
Hendaknya sadar bahwa membanggakan anak sering juga menjadi penyebab kita dibenci orang. Sebab, kebanyakan orang tidak senang bila kita menceritakan atau memperlihatkan kelebihan kita, lebih-lebih bila kélebihan kita itu dilebih-lebihkan. Dalam surat Saba ayat 35 :
(#qä9$s%ur ß`øtwU çŽsYò2r& ZwºuqøBr& #Y»s9÷rr&ur $tBur ß`øtwU tûüÎ/¤yèßJÎ/ ÇÌÎÈ   
Dan mereka berkata: "Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak- anak (daripada kamu) dan Kami sekali-kali tidak akan diazab.”

Anak sering pula menyebabkan orang lupa kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka sibuk mengurus anak-anaknya. Mereka bekerja mati-matian untuk mencari uang agar semua permintaan anaknya dapat dipenuhi, ya, karena cinta kepada anak. Kadang-kadang permintaan yang tidak masuk akal pun dipenuhi, demi cinta kepada anak. Sayang anak menyebabkan orang korupsi atau mencuri. Semuanya itu menyebabkan orang dapat lupa kepada Allah dan Rasul-Nya.
Kadang-kadang, karena orang merasa anak-anaknya kuat, cerdas, juara kelas, pemberani, maka orang tua merasa hidupnya akan aman. Oleh karena itu, mereka mulai tidak banyak lagi merasa bergantung pada Allah; lama kelamaan mereka meninggalkan Tuhan. Sering kali orang tua membela anaknya yang jelas-jelas berbuat salah sampai orang tua itu lupa bahwa membela yang salah adalah pelanggaran aturan Allah. Artinya, ia lupa kepada Allah.
Orang tua dapat juga menjadi budak anaknya; ia merasa wajib memenuhi segala keinginan anaknya, seperti dikatakan di atas, sampai Ia kalah oleh anaknya. Kewibawaan orang tua telah hilang; ia dibentak oleh anaknya karena terlambat atau tidak mampu memenuhi permintaan anaknya. Bila ia menyuruh anaknya salat pada pagi hari, ia tidak berani membangunkannya, takut anaknya kaget, atau khawatir anaknya marah. Amar makruf nahi munkar tidak dapat lagi dilakukannya terhadap anaknya, sekalipun kepada orang lain ia mampu. Dalam keadaan seperti itu, orang tua telah lupa kepada Allah karena anaknya. Kesibukan mencari nafkah dapat menyebabkan orang tua lupa mengerjakan ibadah seperti salat dan puasa, bahkan lupa pula bahwa ia wajib jujur. Ayat al-Quran berikut perlu direnungkan kembali oleh kita (orang tua): Surat Saba’: 37
!$tBur ö/ä3ä9ºuqøBr& Iwur /ä.ß»s9÷rr& ÓÉL©9$$Î/ ö/ä3ç/Ìhs)è? $tRyZÏã #s"ø9ã žwÎ) ô`tB z`tB#uä Ÿ@ÏJtãur $[sÎ=»|¹ y7Í´¯»s9'ré'sù öNçlm; âä!#ty_ É#÷èÅeÒ9$# $yJÎ/ (#qè=ÏHxå öNèdur Îû ÏM»sùãäóø9$# tbqãZÏB#uä ÇÌÐÈ  
“Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal (saleh, mereka Itulah yang memperoleh Balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang Tinggi (dalam syurga).” (QS.Saba’:37)

Seseorang dikatakan telah melupakan Allah dan Rasul-Nya bila ia lebih mementingkan melakukan sesuatu untuk kepentingan anaknya ketimbang untuk kepentingan menegakkan ajaran Allah. Hendaknya diingat firman Allah dalam surat al-Taubah ayat 24:
ö@è% bÎ) tb%x. öNä.ät!$t/#uä öNà2ät!$oYö/r&ur öNä3çRºuq÷zÎ)ur ö/ä3ã_ºurør&ur óOä3è?uŽÏ±tãur îAºuqøBr&ur $ydqßJçGøùuŽtIø%$# ×ot»pgÏBur tböqt±øƒrB $ydyŠ$|¡x. ß`Å3»|¡tBur !$ygtRöq|Êös? ¡=ymr& Nà6øs9Î) šÆÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur 7Š$ygÅ_ur Îû ¾Ï&Î#Î7y (#qÝÁ­/uŽtIsù 4Ó®Lym šÎAù'tƒ ª!$# ¾Ín͐öDr'Î/ 3 ª!$#ur Ÿw Ïöku tPöqs)ø9$# šúüÉ)Å¡»xÿø9$# ÇËÍÈ  
“Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”


Boleh bangga bila anak kita memang hebat, itu adalah karena cinta pada anak, tetapi jangan berlebihan, cukup di dalam hati saja. Itu wajar. Cinta kepada anak jangan hendaknya menyebabkan lupa kepada Allah; cinta kepada Allah dan Rasulnya harus melebihi cinta kepada apa pun. Jika memang cinta kepada anak, didiklah anak sebaik-baiknya, sedini mungkin.
Orang tua mendidik anaknya karena kewajaran, karena kodratnya; selain itu karena cinta. Mengingat uraian di atas, maka secara sederhana tujuan pendidikan anak di dalam keluarga ialah agar anak itu menjadi anak yang saleh. Anak yang saleh itulah anak yang wajar dibanggakan. Tujuan lain ialah sebaliknya, yaitu agar anak itu kelak tidak menjadi musuh orang tuanya, yang akan mencelakakan orang tuanya. Anak yang saleh dapat mengangkat nama baik orang tuanya. Anak adalah dekorasi keluarga. Anak yang saleh tentu mendoakan orang tuanya. Bila tidak mendoakan orang tuanya, kesalehannya itu telah cukup merupakan bukti amal baik orang tuanya.
Anak dapat juga menjadi musuh orang tuanya. Itu dapat saja terjadi bila anak tidak dididik dengan benar. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani, Rasulullah saw. berkata:
Bukanlah musuhmu orang yang bila kamu bunuh, kamu akan menjadi pemenang; dan kalau kamu terbunuh, kamu akan masuk surga; tetapi musuhmu terkadang adalah anak yang lahir dan tulang rusukmu sendiri. Kemudian musuhmu yang paling berat ialah harta bendamu sendiri.

Anak yang menjadi musuh orang tuanya ialah anak yang durhaka. Anak Seperti ini biasanya tidak mau mendengarkan nasihat orang tuanya. Mungkin ia diam tatkala diberi nasihat, tetapi nasihat itu masuk dan telinga kiri dan keluar dan telinga kanan, tidak ada bekasnya. Ia berani melawan orang tuanya, menyakitinya, bahkan membunuhnya. Dalam surat al-Taghabun ayat 14- 15 Allah berfirman:
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä žcÎ) ô`ÏB öNä3Å_ºurør& öNà2Ï»s9÷rr&ur #xrßtã öNà6©9 öNèdrâx÷n$$sù 4 bÎ)ur (#qàÿ÷ès? (#qßsxÿóÁs?ur (#rãÏÿøós?ur  cÎ*sù ©!$# Öqàÿxî íOÏm§ ÇÊÍÈ   !$yJ¯RÎ) öNä3ä9ºuqøBr& ö/ä.ß»s9÷rr&ur ×puZ÷GÏù 4 ª!$#ur ÿ¼çnyYÏã íô_r& ÒOŠÏàtã
“(14)Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (15)Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.”

Saat memulai pendidikan agama rumah tangga, bila kita bertahan pada perlunya objek (peserta didik) dalam mendidik, maka pendidikan anak mestinya dimulai tatkala anak sudah ada. Anak itulah yang menjadi objek pendidikan tersebut. Akan tetapi, dalam Islam ternyata pendidikan anak harus dimulai jauh sebelum kelahirannya.

B.       Mainan Anak-anak
Bermain adalah keinginan anak secara alamiah. Mainan berpengaruh terhadap pertumbuhan anak. Kadang-kadang anak-anak lebih mementingkan bermain daripada makan dan minum. Dalam ilmu jiwa, teori tentang mainan ini mendapat perhatian yang cukup luas dan dalam. Ada jenis mainan yang dapat meningkatkan perkembangan intelek (kognitif), ada mainan untuk pembinaan psikomotor, mungkin ada juga mainan yang bermanfaat bagi pembinaan afektif anak. Sampai dewasa pun anak-anak senang bermain; yang berubah ialah jenis mainan yang disenanginya.
Fahmi melaporkan (1979:142) bahwa orang-orang Islam dalam sejarah telah membedakan bermain dengan belajar. Mereka hanya membolehkan anak-anak bermain sesudah selesai belajar. Pandangan ini berbeda dan pandangan modern yang menyatukan bermain dengan belajar, yaitu belajar dalam bentuk permainan. Al-Ghazali (yang dikutip oleh Fahmi, 1979:142) mengatakan bahwa sesungguhnya melarang anak-anak bermain dan memaksanya belajar terus-menerus dapat mematikan hatinya dan menghilangkan kecerdasannya serta menyukarkan hidupnya. Al-Abdari mengikuti pendapat Al-Ghazali tentang ini; ia sangat memperhatikan kebutuhan akan bermain pada anak-anak.
Dalam pendidikan, orang tua hendaknya memperhatikan pula kebutuhan akan bermain ini. Kadang-kadang ibu sangat khawatir bila anak-anaknya bermain-main di luar rumah. Itu benar juga. Akan tetapi, membatasinya terlalu ketat sehingga anak-anak tidak berkesempatan bermain di luar rumah akan berakibat merugikan bagi perkembangan anak. Tentang bermain dan beribadah (salat) memang harus ditegaskan; anak-anak boleh bermain, tetapi mereka harus juga membantu pekerjaan orang tuanya di rumah dan tidak boleh melalaikan kewajibannya terhadap Allah. Kebiasaan ini harus dipentingkan supaya, bila ia sudah besar nanti, mereka terbiasa mendahulukan kewajibannya terhadap Tuhan daripada bermain.
Orang tua sebaiknya mengenal berbagai alat bermain bagi anak-anak. Yang mudah ialah bertanya kepada orang yang ahli. Hendaknya di setiap kota ada konsultan yang membuka praktek (seperti dokter) yang dapat membantu orang tua memberi nasihat mainan apa yang baik untuk anaknya sesuai dengan umur atau tahap perkembangannya. Mainan yang dapat meningkatkan kecerdasan sebaiknya diperhatikan. Secara kejiwaan, mutu suatu mainan terletak pada intensitas kesibukan anak tatkala ia bermain dengan mainan itu. Mainan seperti ini tidak selalu mahal. Anak-anak biasanya merusak mainannya. Ini gejala yang baik. Ia membongkarnya, tetapi tidak mampu memperbaikinya kembali. Itu baik. Karenanya, belilah mainan yang tidak mahal.

C.      Teman bermain anak
Anak-anak memerlukan teman bermain. Itu adalah kebutuhan psikologis. Dalam bermain dengan teman, anak-anak mengembangkan dirinya, misalnya mengembangkan rasa kemasyarakatannya (sosialisasi), berlatih menjadi pemimpin. Dalam bermain, anak dapat menemukan jatidirinya. Dengan berteman, terbentuk rasa solidaritas, pengetahuan tentang lingkungan bertambah, dan lain-lain. Jadi, berteman berarti melakukan hal yang positif. Jadi, berteman itu perlu. Inilah bagian positif dan kegiatan berteman.
Berteman juga memiliki sisi yang negatif. Pengaruh yang buruk diperoleh juga dari berteman, selain pengaruh yang baik seperti dikatakan di atas. Keterangan memberikan petunjuk kepada orang tua agar hati-hati memilihkan teman bermain bagi anaknya. Tidak gampang memilih teman yang  baik bagi anak kita. Sebagai petunjuk umum ialah:
o  Carikan teman yang baik moralnya.
o  Carikan teman yang cerdas (IQ-nya tinggi).
o  Carikan teman yang kuat akidahnya.
Sedapat mungkin teman anak kita bermain memiliki ketiga ciri itu. Yang paling besar pengaruhya ialah teman yang bermoral bejat. Islam dengan ajaran pendidikannya membimbing orang tua dan para pendidik untuk mengawasi dan mengamati sepenuhnya anak-anak mereka, lebih-lebih pada masa usia remaja dan pubertas. Mereka seharusnya mengetahui dengan siapa anaknya berteman, ke mana mereka pergi, dan apa tujuan mereka. Kepada anak-anak kita, kita mesti mengingatkan agar mereka selalu mencari teman yang baik, cerdas, sopan santun, jujur, hemat, rajin belajar, dan memiliki sifat-sifat luhur lainnya. Inilah terjemahan ayat al-Quran yang membimbing orang Islam dalam hal memilih teman:
tPöqtƒur Ùyètƒ ãNÏ9$©à9$# 4n?tã Ïm÷ƒytƒ ãAqà)tƒ ÓÍ_tFøn=»tƒ ßNõsƒªB$# yìtB ÉAqߧ9$# WxÎ6y ÇËÐÈ   4ÓtLn=÷ƒuq»tƒ ÓÍ_tFøs9 óOs9 õσªBr& $ºRŸxèù WxŠÎ=yz ÇËÑÈ   ôs)©9 ÓÍ_¯=|Êr& Ç`tã ̍ò2Ïe%!$# y÷èt/ øŒÎ) ÎTuä!$y_ 3 šc%Ÿ2ur ß`»sÜø¤±9$# Ç`»|¡SM~Ï9 Zwräs{ ÇËÒÈ  
(27)Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul". (28)Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku). (29)Sesungguhnya Dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.

Al-Quran surat al-Zukhruf ayat 67 menyatakan:
âäHxÅzF{$# ¥Í´tBöqtƒ óOßgàÒ÷èt/ CÙ÷èt7Ï9 <rßtã žwÎ) šúüÉ)­FßJø9$# ÇÏÐÈ 
“Teman-teman akrab pada han itu sebagian menjadi musuh terhadap yang lain kecuali orang-orang yang takwa.”

Betapa besar pengaruh teman tergambar dalam sabda Rasulullah saw. yang artinya:
Seseorang itu berdasarkan agama temannya. Oleh karena itu, hendaklah kalian memperhatikan siapa temannya.” (Lihat Ulwan, I, 1990:116).

Hadis lain yang dikutip oleh Ulwan (I, 1990:116) ialah sebagai berkut:
Perumpamaan teman yang saleh dengan teman yang jahat seperti tukang minyak kesturi dengan tukang las. Tukang kesturi memberimu yang baik atau kamu membeli darinya, maka kamu akan mendapat bau yang wangi. Sebaliknya, tukang las adakalanya akan membakar bajumu, atau setidak-tidaknya kamu akan mendapat bau yang tidak sedap darinya.”

Hadis yang diriwayatkan oleh Ibn ‘Asakir adalah sebagai berikut:
“Hindari teman yang jahat karena sesungguhnya kamu akan dikenal seperti dia.”

D.      Pergaulan Remaja
Pergaulan remaja adalah pergaulan yang tidak bisa dianggap enteng oleh orang tua karena dalam masa pubertas dan masa transisinya anak dominan jadi anak yang pembantah, suka jalan-jalan, nongkrong sama teman sebayanya, disinilah peran orang tua dimaksimalkan karena tanpa bimbingan dan pengawasan orang tua anak akan salah memilih teman dan menjadi anak yang tidak bermoral yang akhirnya akan bermuara pada pergaulan bebas, seks bebas dll.
Salah satu faktor yang sering mengganggu perkembangan anak dan remaja ialah tidak dimanfaatkannya waktu luang secara tepat. Sejak permulaan perkembangannya, anak-anak gemar bermain, bercanda, berekreasi, menikrnati pemandangan yang tidak ditemukannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah gejala kejiwaan yang normal. Begitu senangnya anak-anak itu bersantai sampai-sampai pada saat belajar pun mereka sering bermain dengan ternannya, atau membuat suasana belajar terasa santai.
Itulah sebabnya orang tua sebaiknya memanfaatkan waktu luang anak-anaknya dengan mengisinya dengan kegiatan yang bersifat rekreasi atau santai. Libur panjang ada baiknya diisi dengan mengikuti kegiatan yang bermanfaat, tetapi ada unsur rekreasinya, seperti berkunjung ke rumah teman di desa, pergi ke gunung, atau mengikuti pesantren kilat. Adapun libur pendek, seperti han Minggu, cukup diisi dengan santai di rumah, bergotong-royong membersihkan rumah dan pekarangan, atau memasak makanan dengan melibatkan seluruh anggota keluarga seperti membuat rujak atau minuman. Pokoknya, kegiatan di rumah yang ada unsur rekreasi dan santai di dalamnya.
Yang harus diperhatikan ialah unsur kewajiban menjaga ibadah dan akhlak jangan sampai terganggu karena melakukan kegiatan mengisi waktu luang tersebut. Oleh karena itu, orang tua harus tahu persis dengan siapa anaknya pergi, ke mana, apa saja acaranya. Sering kali ternyata waktu luang diisi oleh para remaja dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang negatif.
Islam tidak memberikan ajaran yang rinci tentang mengisi waktu luang. Islam hanya memberikan patokan-patokan yang bersifat umum sebagaimana tergambar dalam dalil-dalil naqli berikut. Pertama, perintah Allah tentang memperhatikan alam. Ini banyak sekali seperti dalam surat Fathir:44 dan alNahl:36. Kedua, sabda Rasul agar memanfaatkan masa muda:
“Pergunakanlah yang lima sebelum datang yang lima: hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, waktu luangmu sebelum waktu sibukmu, masa mudamu sebelum masa tuamu, kayamu sebelum datang masa fakirmu.” (Riwayat Hakim dan Baihaqi)

Sebagian besar waktu yang digunakan oleh anak-anak kita ialah tinggal di rurnah; tatkala remaja memang mereka agak banyak berada di luar rumah. Karena anak-anak itu banyak tinggal di rumah, maka situasi rumah tangga banyak sekali mempengaruhi mereka. Bila Setiap kali anak membuka matanya yang dilihatnya adalah pertengkaran, ia akan segera meninggalkan rumah; rumah itu dirasakannya pengap, sempit dan panas. Ia pergi ke rumah orang lain untuk mencari teman bermain dan berteduh. Sekiranya teman-ternannya itu kurang baik, hal tersebut akan mempengaruhi perangai anak itu.
Untuk memperoleh rumah tangga yang tenteram, Islam mengajarkan suatu tata cara yang dimulai dan tahap memilih calon suami-istri, cara melamar, memberikan petunjuk cara berumah tangga yang mencakup tugas suami dan tugas istri.
Cekcok ayah-ibu tidak sekadar membuat gelisah anak-anak; cekcok itu juga menimbulkan dampak psikologis yang buruk pada anak-anak. Mereka merasa kurang aman karena pelindungnya ternyata tidak akur. Mereka mengidolakan ayah-ibunya, tetapi ternyata idola itu tidak harmonis. Mereka ingin belajar pada ayah-ibunya, tetapi apa yang akan didapat bila ayah-ibu itu cekcok melulu. Mereka malu pada teman-temannya bila ketahuan ayah-ibunya terlalu banyak “berdiskusi. Rasa rendah diri, rasa malu, rasa tidak berharga, dan lain-lain dapat saja menghinggapi anak tersebut.
Kadang-kadang cekcok berakhir dengan perceraian. Al-Quran memang mengatur hal ini tetapi bukan berarti menganjurkan perceraian. Perceraian itu “menggegerkan”‘arasy Tuhan. Ia merupakan pebuatan yang boleh, tetapi paling dibenci Tuhan. Anak-anak pun amat tidak menyenangi ayah-ibunya bercerai.

BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Pendidikan Agama dalam rumah tangga sangat-sangatlah penting bagi perkembangan akhlak manusia karena orang tualah yang pertama kali menggoreskan warna pada anak, orang tua adalah guru yang pertama dan pertama bagi anak-anaknya.

B.       Saran
Saran kami sebagai mahasiswa yang berlandaskan Agama, bagi tema-teman mahasiswa tanamkanlah dalam diri anda ketika anda menjadi orang tua kelak anda akan mendidika anak anda dengan penanaman agama sejak dini dan bagi para dosen yang sudah terlanjur memiliki anak dan tidak sempat mendidik anak dari kecil maka anda belum terlambat, lakukanlah apa yang seharusnya dilakukan agar kita bisa menjadi orang tua yang bertanggung jawab terhadap anak kita di dunia dan akhirat.
Semoga makalah kami ini dapat bermanfaat bagi teman-teman mahasiswa/ para calon orang tua besrta dosen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar