Sabtu, 21 Mei 2011

sejarah pertumbuhan dan perkembangan ulumul Quran


Istilah Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata “ulum” adalah bentuk jamak dari kata “ilm” yang berarti ilmu-ilmu. “Al-Qur’an” adalah Kitab Suci umat Islam yang diturunkan pada Nabi Muhammad SAW. Untuk menjadi pedoman hidup bagi manusia. Ungkapan Ulumul Qur’an telah menjadi nama bagi suatu disiplin ilmu dalam kajian Islam. Secara bahasa, ungkapan ini berarti ilmu-ilmu Al-Qur’an. Kata “ulum” yang disandarkan pada kata “Al-Qur’an” telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaannya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahamannya terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Dalam mempelajari ilmu-ilmu Al-Qur’an seperti ilmu tafsir, ilmu qira’at,  ilmu rasmil Qur’an, ilmu i’jazil Qur’an, ilmu asbabin nuzul, dan ilmu-ilmu yang ada kaitannya dengan ulumul Qur’an mempunyai sejarah perkembangannya masing-masing, maka dari itu disamping kita mempelajari ilmu-ilmu Al-Qur’an, kita juga dituntut untuk mempelajari sejarah perkembangan ilmu-ilmu Al-Qur’an tersebut. Untuk melengkapi pengetahuan kita tentang Ulumul Qur’an maka pembahasan di bawah ini penulis akan membahas tentang “Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ulumul Qur’an”.
 2.1        Keadaan Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Pada Abad I dan II H
         Pada masa Nabi dan pemerintahan Abu Bakar dan Umar, ilmu-ilmu Al-Qur’an belum dibukukan, karena umat Islam belum memerlukannya. Sebab umat Islam pada waktu itu adalah para sahabat Nabi yang sebagian besar terdiri dari bangsa Arab Asli (suku Quraisy dan sebagainya), sehingga mereka mampu memahami Al-Qur’an dengan baik, karena bahasa Al-Qur’an adalah bahasa mereka sendiri dan mereka mengetahui sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Karena itu, para sahabat Nabi jarang sekali bertanya kepada Nabi tentang maksud suatu ayat.
         Pada masa pemerintahan Usman terjadi perselisihan di kalangan umat Islam mengenai bacaan Al-Qur’an, maka khalifah Usman mengambil tindakan penyeragaman tulisan Al-Qur’an demi untuk menjaga keseragaman Al-Qur’an dan untuk menjaga persatuan umat Islam. Dan tindakan Khalifah Usman tersebut merupakan perintisan bagi lahirnya suatu ilmu yang kemudian dinamai “Ilmu Rasmil Qur’an” atau “Ilmu Rasmil Usman”.
         Pada masa pemerintahan Ali makin bertambah banyak bangsa-bangsa non Arab yang masuk Islam dan mereka salah membaca Al-Qur’an, sebab mereka tidak mengerti i’rabnya (kedudukan kata-kata dalam suatu kalimat), padahal pada waktu itu tulisan Al-Qur’an belum ada harakat-harakatnya, huruf-hurufnya belum ada titik-titiknya dan tanda-tanda lainnya yang memudahkan kepada Abul Aswad Al-Duali (wafat tahun 691 H) untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab, demi untuk menjaga keselamatan bahasa Arab yang menjadi bahasa Al-Qur’an. Maka tindakan khalifah Ali yang bijaksana ini dipandang sebagai perintis bagi lahirnya Ilmu Nahwu dan I’rabil Qur’an.
         Pada abad I dan II H selain Usman dan Ali, masih terdapat banyak ulama yang diakui sebagai perintis bagi lahirnya ilmu yang kemudian dinamai Ilmu Tafsir, Ilmu Asbabun Nuzul, Ilmu Makki wal Madani, Ilmu Nasikh wal Mansukh dan Ilmu Garibul Qur’an.
         Adapun tokoh-tokoh yang meletakkan batu pertama untuk lahirnya ilmu-ilmu Al-Qur’an tersebut di atas ialah:
1.      Dari kalangan Sahabat: Khalifah empat, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Abu Musa Al-Asy’ari, Ibnu Al-Zubair.
2.      Dari kalangan Tabi’in: Mujahid, Atha’ bin Yasar, ‘Ikrimah, Qatadah, Al-Hasan Al-Basri, Sa’id bin Jubair, Zaid bin Aslam.
3.      Dari kalangan Tabi’ut Tabi’in: Malik bin Anas.
         Pada masa penyusunan ilmu-ilmu agama yang dimulai sejak permulaan abad II H, maka para Ulama memberikan prioritas atas penyusunan Tafsir, sebab Tafsir adalah Ummul ‘Ulum Al-Qur’aniyah (induk ilmu-ilmu Al-Qur’an).
         Di antara Ulama abad II H yang menyusun Tafsir, ialah:
1.      Syu’bah bin Al-Hajjaj (wafat tahun 160 H).
2.      Sufyan bin uyainah (wafat tahun 198 H).
3.      Waki’ bin Al-Jarrah (wafat tahun 197 H).
         Tafsir mereka dengan cara menghimpun pendapat-pendapat dari kalangan Sahabat dan Tabi’in. Kemudian Ibnu Jarir Al-Thabari (wafat tahun 310 H), menyusun Tafsir Al-Thabari dan diakui sebagai kitab tafsir yang paling besar dan paling tinggi nilainya, karena si pengarang adalah Mufasir yang pertama-tama mengemukakan pendapat-pendapat yang berbeda-beda dan menunjukkan salah satu pendapat yang dipilihnya, disertai keterangan riwayat-riwayat (sumber-sumber) yang benar dan tersusun rapi, dilengkapi penjelasan-penjelasan tentang ‘irabnya dan hukum-hukum Al-Qur’an yang dapat diistimbatkan.
         Dari perkembangan kitab-kitab tafsir sejak dimulai usaha penyusunan tafsir-tafsir Al-Qur’an pada abad II H sampai sekarang ini, maka kita dapat mengetahui bahwa di samping ada ulama yang menafsirkan Al-Qur’an dengan naqli (tafsir bin manqul), ada pula yang menafsirkannya dengan rayi/akal (tafsir bin ma’qul). Demikian pula, ada Ulama yang menafsirkan Al-Qur’an seluruhnya, ada yang menafsirkan satu juz atau satu surat atau kumpulan ayat tertentu, misalnya Ayat Ahkam dan sebagainya.
2.2        Keadaan Ilmu-Ilmu Al-Qur’an pada Abad III H dan Abad IV H
         Pada abad III H selain Tafsir dan Ilmu Tafsir, pada Ulama mulai menyusun pula beberapabeberapa ilmu Al-Qur’an, ialah:
1.      Ali bin Al-Madini (wafat tahun 234 H) menyusun ilmu Asbabun Nuzul.
2.      Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam (wafat tahun 224 H) menyusun Ilmu Nasikh wal Mansukh dan Ilmu Qira’at.
3.      Muhammad bin Ayyub Al-Dhirris (wafat tahun 294 H) menyusun Ilmu Makki wal Madani.
4.      Muhammad bin Khalaf Al-Marzuban (wafat tahun 309 H) menyusun kitab Al-Hawi fi Ulumil Qur’an (27 juz).
         Pada abad IV H mulai disusun Ilmu Garibul Qur’an dan beberapa kitab Ulumul Qur’an dengan memakai istilah Ulumul Qur’an. Di antara Ulama yang menyusun Ilmu Garibul Qur’an dan kitab-kitab Ulumul Qur’an pada abad IV ini, ialah:
1.      Abu Bakar Al-Sijistani (wafat tahun 330 H) menyusun Ilmu Garibul Qur’an.
2.      Abu Bakar Muhammad bin Al-Qasim Al-Anbari (wafat tahun 328) menyusun kitab Ajaibu Ulumil Qur’an. Di dalam kitab ini, ia menjelaskan atas tujuh huruf, tentang penulisan Mushaf, jumlah bilangan surat-surat, ayat-ayat dan kata-kata dalam Al-Qur’an.
3.      Abu Hasan Al-Asy’ari (wafat tahun 324 H) menyusun kitab Al-Mukhtazan fi Ulumil Qur’an.
4.      Abu Muhammad Al-Qassab Muhammad bin Ali Al-Karakhi (wafat tahun 360 H) menyusun kitab:
5.      Muhammad bin Ali Al-Adwafi (wafat tahun 388 H) menyusun kitab Al-Istgna’ Fi Ulumil Qur’an (20 jilid).
2.3        Keadaan Ilmu-Ilmu Al-Qur’an pada Abad V dan VI H
         Pada abad V H mulai disusun Ilmu I’rabil Qur’an dalam satu kitab. DI samping itu, penulisan kitab-kitab dalam Ulumul Qur’an masih terus dilakukan oleh Ulama masa ini.
         Adapun Ulama yang berjasa dalam pengembangan Ulumul Qur’an pada abad V ini, antara lain ialah:
1.      Ali bin Ibrahim bin Sa’id Al-Khufi (wafat tahun 430 H) selain mempelopori penyusunan Ilmu I’rabil Qur’an, ia juga menyusun kitab Al-Burhan Fi Ulumil Qur’an. Kitab ini selain menafsirkan Al-Qur’an seluruhnya, juga menerangkan ilmu-ilmu Al-Qur’an yang ada hubungannya dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang ditafsirkan. Karena itu, ilmu-ilmu Al-Qur’an tidak tersusun secara sistematis dalam kitab ini, sebab ilmu-ilmu Al-Qur’an diuraikan secara terpencar-pencar, tidak terkumpul dalam bab-bab menurut judulnya. Namun demikian, kitab ini merupakan karya ilmiah yang besar dariseorang ulama yang telah merintis penulisan kitab tentang Ulumul Qur’an yang agak lengkap.
2.      Abu ‘Amr Al-Dani (wafat tahun 444 H) menyusun kitab Al-Tafsir Fil Qiroatis Sab’i dan kitab Al-Muhkam Fi Al-Nuqoti.
         Pada abad VI H, di samping terdapat ulama yang meneruskan pengembangan Ulumul Qur’an, juga terdapat ulama yang mulai menyusun Ilmu Mubhamatil Qur’an. Mereka itu antara lain, ialah:
1.      Abdul Qasim bin Abdurrahhman Al-Suhaili (wafat tahun 581 H) menyusun kitab tentang Mubhamatul Qur’an, menjelaskan maksud kata-kata dalam Al-Qur’an yang tidak jelas apa atau siapa yang dimaksudkan.
2.      Ibnul Jauzi (wafat tahun 597 H) kitab Fununul Afnan Fi Ajaibil Qur’an dan kitab Al-Mujtaba Fi Ulumin Tata’allaqu Bil Quran.  
2.4        Keadaan Ilmu-Ilmu Al-Qur’an pada Abad VII dan VIII H
         Pada abad VII H, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an terus berkembang dengan mulai tersusunnya Ilmu Mazajul Qur’an dan tersusun pula Ilmu Qira’at. Di antara Ulama abad VII yang besar perhattiannya terdapat ilmu-ilmu Al-Qur’an, ialah:
1.      Ibnu Abdis Salam yang terkenal dengan nama Al-Izz (wafat tahun 660 H) adalah pelopor penulisan Ilmu Mazajul Qur’an dalam satu kitab.
2.      Alamuddin Al-Sakhawi (wafat tahun 643 H) menyusuun Ilmu Qira’at dalam kitabnya Jamalul Qurra ‘Wa Kamalul Iqra’.
3.      Abu Syamah (wafat tahun 655 H) menyusun kitab Al-Mur-syidul Wajiz Fi Ma Yata’allaqu bil Quran.
         Pada abad VIII H, muncullah beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang Al-Qur’an, sedang penulisan kitab-kitab tentang Ulumul Qur’an masih tetap berjalan terus. Di antara mereka ialah:
1.      Ibnu Abil Isba’ menyusun Ilmu Bada’ul Qur’an, suatu ilmu yang membahas macam-macam badi’ (keindahan bahasa dan kandungan Al-Qur’an) dalam Al-Qur’an.
2.      Ibnul Qayyim (wafat tahun 752 H) menyusun Ilmu Aqsamil Qur’an, suatu ilmu yang membahas tentang sumpah-sumpah yang terdapat dalam Al-Qur’an.
3.      Najmuddin Al-Thufi (716 H) menyusun Ilmu Hujajil Qur’an atau Ilmu Jadalil Qur’an, suatu ilmu yang membahas tentang bukti-bukti/dalil-dalil yang dipakai oleh Al-Qur’an untuk menetapkan sesuatu.
4.      Abul Hasan Al-Mawardi menyusun Ilmu Amtasil Qur’an, suatu ilmu yang membahas tentang perumpamaan-perumpamaan yang terdapat di dalam Al-Qur’an.
5.      Badruddin Al-Zarkasyi (wafat tahun 794 H) menyusun kitab Al-Burhan Fi Ulumil Qur’an. Kitab ini telah diterbitkan oleh Muhammad Abul Fadl Ibrahim (4 juz).
2.5        Keadaan Ilmu-Ilmu Al-Qur’an pada Abad IX dan X H
         Pada abad IX dan permulaan abad X H, makin banyak karangan-karangan yyang ditulis oleh ulama tentang ilmu-ilmu Al-Qur’an dan pada masa ini perkembangan Ulumul Qur’an mencapai kesempurnaannya. Di anttarra ulama yang menyusun Ulumul Qur’an pada masa ini ialah:
1.      Jalaluddin Al-Bulqini (wafat tahun 824 H) menyusun kitab Mawaqi’ul Ulum Mim Mawaqi’in Nujum. Al-Bulqini ini dipandang oleh As-Suyuti sebagai ulama yang mempelopori penyusunan kitab Ulumul Qur’an yang lengkap, sebab di dalamnya telah disusun sejumlah 50 macam Ilmu Al-Qur’an.
2.      Muhammad bin Sulaiman Al-Kafiyaji (wafat tahun 879 H) menyusun kitab Al-Taisir Fi Qawaidit tafsir.
3.      As-Suyuti (wafat tahun 911 H) menyusun kitab Al-Tahbir Fi Ulumit Tafsir. Penyusunan kitab ini selesai pada tahun 872 H dan merupakan kitab tentang Ulumul Qur’an yang paling lengkap karena memuat 102 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an. Kemudian ia menyusun kitab Al-Itqan Fi Ulumil Qur’an (2 juz) yang membahas sejumlah 80 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an secara sistematis dan padat isinya. Perkembangan ilmu-ilmu Al-Qur’an seolah-olah telah mencapai puncaknya dan berhenti dengan berhentinya kegiatan ulama dalam mengembangkan ilmu-ilmu Al-Qur’an, dan keadaan semacam itu berjalan sejak wafatnya Imam As-Suyuti (911 H) sampai akhir abad XIII H.
2.6        Keadaan Ilmu-Ilmu Al-Qur’an pada Abad XIV H
         Setelah memasuki abad XIV H ini, maka bangkit kembali perhatian Ulama menyusun kitab-kitab yang membahas Al-Qur’an dari berbagai segi dan macam Ilmu Al-Qur’an. Di antara mereka, ialah:
1.      Thahir Al-Jazairi menyusu kitab Al-Tibyan Fi Ulumil Qur’an yang selesai pada tahun 1335 H.
2.      Jamaluddin Al-Qaim (wafat tahun 1332 H) mengarang kitab Mahasinut Takwil.
3.      Muhammad Abduh Adzim Al-Zarqani menyusun kitab Manahilul Irfan Fi Ulumil Qur’an (2 jilid).
4.      Muhammad Ali Salamah mengarang kitab Manhajul Furqan Fi Ulumil Qur’an.
5.      Thanthawi Jauhari mengarang kitab Al-Jawahir Fi Tafisir Al-Qur’an dan kitan Al-Qur’an Wal Ulumul Ashriyah.
6.      Muhammad Shadiq Al-Rafi’i menyusun kitab I’jazul Qur’an.
7.      Mustafa Al-Maragi menyusun risalah tentang “boleh menerjemahkan Al-Qur’an, dan risalah ini mendapat tanggapan dari para ulama yang pada umumnya menyetujui pendapat Mustafa Al-Maragi, tetapi ada juga yang menolaknya, seperti Mustafa Shabri seorang ulama besar dari Turki yang mengarang kitab dengan judul “Risalah Tarjamati Qur’an”.    
8.      Sayyid Qutub mengarang kitab Al-Tashwirul Fanni Fil Qur’an dan kitab Fi Dzilalil Qur’an.
9.      Sayyid Muhammad Rasyid Ridha mengarang kitab tafsir Quranul Hakim. Kitab ini selain menafsirkan Al-Qur’an secara ilmiah, juga membahas Ulumul Qur’an.
10.  Dr. Muhammad Abdullah Darraz, mengarang kitab Al-Naba’ Al-Adzim, nadzaratun Jadidah Fil Qur’a.
11.  Malik bin Nabiy mengarang kitab Al-Dzahiratul Qur’aniyah. Kitab ini membicarakan masalah wahyu dengan pembahasan yang sangat berharga.
12.  Dr. Shubi Al-Salih, guru besar Islamic Studies dan Fiqhul Lughah pada Fakultas Adab Universitas Libanon, mengarang kitab Mabahits Fi Ulumil Qur’an. Kitab ini selain membahas Ulumul Qur’an, juuga menaggapi/membantah secara ilmiah pendapat-pendapat Orientalis yang dipandang salah mengenai berbagai masalah yang berhubungan dengan Al-Qur’an.
13.  Muhammad Al-Mubarak, Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Syria, mengarang kitab Al-Manhalul Khalid

2 komentar: